Pada tahun 2015 kalimantan barat dipercaya menjadi tuan rumah dalam program Pertukaran Pemuda Indonesia – Australia (PPIA) pada fase Indonesia. Adapun kegiatan yang akan dilakukan para 36 delegasi Indonesia dan Australia terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase desa dan fase kota. Di dua fase ini, para peserta akan tinggal bersama masyarakat (Homestay) untuk mengenal kehidupan dan kebudayaan masyarakat Kalimantan Barat secara langsung dan diharapkan dengan mengadakan homestay, para peserta dapat meningkatkan rasa mutual understanding karena mereka tinggal dengan masyarakat yang memiliki latar belakang dan budaya yang sangat berbeda.
Adapun Fase desa dilakukan di desa Lumbang, Sambas, Sedangkan fase
kota dilakukan di kota Pontianak. Setiap fase memiliki kegiatan yang berbeda.
Pada fase desa, peserta melakukan community development dimana mereka melakukan
projek yang terdiri dari berbagai bidang seperti Kesehatan, Pendidikan, dll. Sedangkan
di fase kota, peserta akan melakukan Work Placement, dimana peserta akan di
tempatkan di instansi, kantor pemerintahan dan NGO sesuai dengan minat para
delegasi.
Sebelum berangkat ke desa lumbang, para delegasi diberikan mini
workshop tentang community development dan para peserta juga diberikan waktu untuk
mebuat rancangan tentang projek apa yang akan mereka di desa lumbang.
(Para delegasi sedang merancang projek yang akan mereka buat)
Pada tanggal 14 Desember 2015, para delegasi tiba di desa lumbang , sambutan dari
masyarakat lumbang sangat meriah akan kehadiran peserta PPIA, ketika mereka
tiba di desa, mereka disambut dengan pertunjukan silat tradisional dan tarian 3
etnis (Dayak, Tiongkok dan Melayu). Setelah itu masyarakat lumbang mengajak
para peserta untuk duduk dan melakukan “Tradisi tepung tawar dan Bepapas”. Ini
merupakan tradisi melayu yang dilakukan untuk memohon keselamatan dan terhindar
dari sesuatu yang tidak diinginkan,ketika ada pendatang baru datang ke suatu
tempat.
Setelah melakukan Tepung Tawar dan Bepapas, para delegasi diundang
untuk menghadiri acara jamuan makanan yang disebut “Saprahan”.
Saprahan dalam bahasa melayu berasal dari kata “Saprah” yang berarti
berhampar, jadi saprahan ini merupakan sebuah tradisi makan bersama masyarakat
melayu yang dilakukan dengan duduk lesehan atau bersila di atas lantai. Tradisi
makan saprahan memiliki nilai filosofis
yang penting yaitu “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” ini berarti
bahwa pada saat saprahan menekankan pentingnya kebersamaan, keramahtamahan,
serta rasa kekeluargaan.
(Tradisi Saprahan menyambut kedatangan para delegasi PPIA)
Setelah tradisi saprahan, Laison officer PPIA, Desy Feriyanti,
mengumumkan orang tua angkat bagi para peserta,para orang tua angkat tampak antusias menyambut ‘Keluarga baru’
yang akan tinggal di rumah mereka selama
1 bulan.
Selama di desa lumbang, para delegasi telah membuat beberapa projek seperti
instalasi air bersih, perpustakaan,
membuat tempat sampah organik dan anorganik, mengecat TK, dan mengunjungi
sekolah-sekolah dan kampus untuk mengadakan kelas motivasi, para peserta juga
melakukan Penampilan Budaya (Culture Performance) disana.
(Projek instalasi air bersih*), *diambil dari Fanspage Facebook
official AIYEP 2015
Penyuluhan tentang cara membuang sampah dengan benar*
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
Penyuluhan cara mensikat gigi dengan benar*
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
Kelas motivasi dari para delegasi*
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
*diambil dari Fanspage Facebook official AIYEP 2015
Pendirian perpustakaan mini oleh para delegasi*
*diambil dari
Fanspage Facebook official AIYEP 2015
Tidak terasa kegiatan community development akan berakhir di desa Lumbang, para delegasi akhirnya siap-siap untuk melakukan fase selanjutnya yaitu fase Kota. Raut sedih tak dapat disembunyikan oleh para delegasi maupun orang tua angkat, ada begitu banyak cerita,dan pengalaman yang telah mereka buat di desa Lumbang, bagi orang tua angkat, para delegasi sudah dianggap seperti “Anak Sendiri” sehingga ada beberapa orang tua angkat yang meneteskan air mata ketika para delegasi berpamitan.
Delegasi dari Jawa Barat, Ika, tampak begitu sedih untuk
berpamitan dengan
orang tua angkatnya
Meskipun para delegasi PPIA sudah tidak ada di Desa Lumbang, tetapi
semangat para delegasi masih terasa sampai sekarang dengan adanya projek yang
telah mereka buat untuk desa Lumbang, dan masyarakat Lumbang masih melanjutkan
projek yang mereka buat, para delegasi PPIA akan selalu dikenang oleh
masyarakat Lumbang, karena mereka telah menginsipirasi dan memotivasi
pemuda-pemuda disana untuk melakukan hal hal yang positif untuk membangun desa
mereka.
Editor: Zulkarnain, IChyep 2015
No comments:
Post a Comment